Mereka tidak mandi buka karena tidak ada air, tapi karena dingin yang begitu menghantam tulang ini. Mereka terbangun ketika matahari telah lama terbit bukan karena terlelap terlalu malam, tapi dingin yang merajam tulang ini sangat indah jika dilakukan dengan berjamah bersama guling di atas ranjang. Itulah kehidupan masyarakat di desa Pisau Hilang, Kecamatan Pantai Cemin, Kabupaten Solok.
Tiba-tiba ada suara yang membangunkan tidurku, ternyata Pamanku. Tepat pukul 05.00 WIB pagi, ia mengajakku untuk menemaninya mengajar dan melihat-lihat kehidupan anak-anak di salah satu SD di kaki Gunung Kerinci, Jambi. Waw! Udara di sini saja sangat dingin apalagi di kaki Gunung Kerinci!
Kami pun berangkat pukul 05.30 WIB pagi menggunakan kendaraan roda dua. Baru beberapa KM saja dingin sudah sangat merajam tulang ini, tangan dan kaki terasa kaku. Sampainya di Kabupaten Solok Selatan (Solsel) tepatnya di desa Pakan Raba’a, kami berhenti selama 30 menit untuk menikmati segelas kopi hangat. Memasuki daerah Padang Aro masih di Solsel, udara memang sedikit menghangat dan mata kami pun di hijaukan oleh hamparan kebun teh di daerah Sangir. Indah memang dan rasanya masih jarang dijamah para wisatawan.
Memasuki perbatasan Padang – Jambi, udara kembali merajam tulang ini, mata kami dihiasi oleh petani yang sedang memanen tanaman lobak di ladangnya. Akhirnya kami sampai juga di SD Kaki Gunung Kerinci. Tepat pukul 08.00 WIB, perjalanan yang harusnya tiga jam, hanya ditempuh selama dua jam! Tangan terasa kaku, memegang HP pun tak sanggup. Tapi tubuh ini dihangatkan oleh riangnya anak-anak SD itu, jadi teringat masa kecil. Terasa indah memang perjalanan pagi ini!
Oleh Alvino Prasetyawan (G/10080288)