Coretan Dinding Oleh Indra Kurniawan
Sore itu aku menyusuri setiap lekuk sudut ruangan kampusku. Ya kampusku. Menyusuri semua itu membuat gundukan air dikeningku, menjalar ke leher dan turun ke punggung. Setiap sudut ruangannya bersih, dengan lantai keramik mewah, kipas angin, bangku-bangku kuliah yang tersusun rapi. Semuanya terasa indah, nyaman untuk menggali ilmu.
Bagiku sendiri, ruang kampus yang bersih, lantai keramik mewah, kipas angin, dan bangku-bangku kuliah yang tersusun rapi itu semuanya sudah lumrah. Tidak heran lagi bahwa setiap kampus memiliki fasilitas yang demikian.
Dibalik penyusuran yang kulakukan itu, ada sesuatu rupa yang membuat aku gelisah. Ya gelisah. Memandanginya saja aku merasa jijik. Bukan kotoran, atau toilet yang kotor. Tetapi coretan-coretan dinding yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang tolol, bodoh, dan tidak pakai otak. Coretan-coretan mereka itu ku raba, kuciumi. Semuanya terasa mati. Seperti mayat-mayat korban sukhoi.
Berapa banyak coretan-coretan itu yang sungguh tidak ada maknanya. Mereka lumayan kreatif. Menuliskan sebuah perasaan, ide, gagasan, pendapat, argumen, dan lain sebagainya pada dinding berbahan dasar semen itu. tetapi sebagai mahasiswa seharusnya mereka harus lebih kreatif dengan menulis pada sebuah kertas putih dan diterbitkan pada media cetak.
Tulisan-tulisan mereka akan hidup, akan lebih bermakna, akan lebih berarti, akan banyak dilihat orang, tulisan mereka bisa membuat sebuah perubahan. (*)